Labels

Belajar, Berbagi, Bermanfaat

Rabu, 12 Oktober 2016

KORBAN-KORBAN MOTIVATOR KEBABLASAN

Kalau kemarin-kemarin banyak bikin status tentang Trainer, sekarang ingin membuat status tentang Motivator. Mengungkap "sisi gelap" dari dunia seminar motivasi yang seringkali dianggap penuh aura positif. Dan yang saya tulis ini kisah nyata. Mari simak.
-------------------------------------------------------

3 Tahun terakhir ini merupakan tahun-tahun dimana saya entah kenapa, Allah pertemukan dengan teman-teman saya yang hancur hidupnya dan perlu dibantu untuk dibangun kembali. Mereka mengalami berbagai masalah hidup yang pelik mulai dari hubungan dengan orang tua, masalah dengan pasangan dan keluarga inti, hingga krisis kepercayaan dari lingkungannya. Dan tahukah awal dari kehancuran hidup mereka? Dari Seminar Motivasi.

Kok bisa?

Saya tidak sedang men-generalisir bahwa semua seminar motivasi yang dibawakan para motivator semua begini. Saya yakin ini oknum. Tapi kita tak boleh menutup mata bahwa oknum2 ini jumlahnya banyak. Sekaligus menjadi pelajaran kepada teman2 yang ingin jadi motivator.

Sebut saja si A. Dulunya karyawan berprestasi di kantornya. Gajinya besar, keluarganya bahagia. Namun sekarang keluarganya di ambang kehancuran. Selepas ikut seminar bisnis, ia merasa bahwa pekerjaannya sebagai karyawan jauh dari terhormat. Apalagi sang motivator meyakinkan dengan dalih agama bahwa sahabat nabi itu pebisnis, sehingga bisnis lebih terhormat daripada jadi karyawan.

Nasehat sang miotivator, "Bisnis itu yang penting punya impian dan mau berusaha!"' Ambisi si A dalam berbisnis tak diimbangi kemampuan berbisnis yang memadai. Terlalu banyak trial error di saat dapur menuntut untuk terus mengepul. Istrinya tidak kuat, dan selanjutnya... (silahkan diperkirakan).

Lain lagi dengan kisah B. Mahasiswa dengan nilai bagus. Ia ikut seminar motivasi dan didorong mengejar passion. Sang motivator menunjukkan betapa menjalani hari dengan hal yang tidak sesuai passion itu penuh derita. Si B pun merasa salah jurusan dan kuliahnya nyaris tak diselesaikan, jika saja orang tuanya tak memohon.

Namun hari ini, ia berusaha mengejar bidang yang ia anggap passion-nya, tanpa benar-benar paham serta kompeten di bidang yang ia kejar itu. B kalah bersaing, sulit dapat pasar yang menghasilkan. Orang tuanya meminta ia kerja sedapatnya dulu, namun ia ngotot merasa orang berkualitas itu yang hidup sesuai passion. Sekarang usianya nyaris kepala 3, dengan hidup luntang lantung tidak jelas.

Si C lebih mengkhawatirkan. Ia telan mentah-mentah nasehat motivator bahwa ia harus tuli, tak mendengar segala nasehat yang menyuruh menahan diri dari upaya mengejar impian. Di tengah ketidakjelasan nasib hidupnya si C tak kunjung mau mendengarkan nasehat teman-teman dan keluarganya untuk mencari penghidupan yang jelas dulu baru pelan-pelan mengejar impian. Semua nasehat baik itu ia anggap pencuri impian, tanpa mau disaring olehnya.

Sahabat, sadarkah saat seorang motivator berdiri di atas panggung memotivasi orang, kata-katanya begitu didengar... Sadarkah bahwa apa yang disampaikan bisa jadi mengubah 180 derajat hidup seseorang...

Seringkali hadir motivator yang kebablasan, tak mau jujur dan terbuka. Ia sampaikan seakan sukses itu begitu mudahnya, tanpa lengkap diberikan resiko-resiko yang bisa dihadapi. Entah, kalau serba terbuka, mungkin saja seminar motivasinya takkan laku, berhubung orang indonesia senang yang serba instant dan mudah.

Orang begitu mendengarkan nasehat sang motivator yang baru ditemui meski kadang harus melawan orang-orang terdekat yang sudah mendukungnya sampai hari ini. Lalu saat hidup orang itu hancur, kemana para motivator yang tadi begitu semangat mendorong dari atas panggung? Bersedia bertanggung jawab? "Ah itu kan tanggung jawab pribadi masing-masing!", itulah pembenaran yang sering keluar.

Sekali lagi, tidak semua motivator begini. Masih banyak yang bagus, seimbang dalam memotivasi, membuka resiko-resiko yang ada, dan memberikan kebebasan peserta untuk memilih secara seimbang.

Namun para oknum yang saya ceritakan di atas hari ini makin tak terhentikan. Apalagi sekarang hadir kelas2 pelatihan yang menjanjikan seseorang bisa jadi motivator tapi modal yang diajarkan hanya kemampuan ngomong. Akhirnya lahirlah motivator ahlul ngomong, ngomongnya keren tapi asal ngomong.

Yang asal ngomong ini, mendorong orang mengejar sukses yang sang motivator sendiri belum pernah rasakan (artinya motivator itu belum benar-benar tahu cara mencapai sukses yang ia sampaikan), dan mengemasnya seakan serba mudah dan indah. Akibatnya malah membuat makin banyak orang terjerumus. Mulai dari mahasiswa yang malah nggak serius kuliahnya karena merasa gak sejalan dengan impian, karyawan yang meninggalkan pengabdian kerjanya karena merasa tak terhormat sebagai karyawan, orang-orang yang yang mengejar impian semu jauh di depan namun mengabaikan apa yang dekat di depan mata.

Para motivator kebablasan ini dengan mudahnya hanya menyampaikan isi buku, bukunya karangan orang barat yang belum tentu 100% sesuai dengan budaya kita. Biar laku ia mainkan branding, di facebook fotonya dipajang keren, dengan janji-janji manis. Yang jelas janji-janji itu tak seindah kenyataannya.

Maaf bukan mengeluhkan. Tapi saya ingin menghimbau kepada rekan-rekan yang ingin atau sudah jadi motivator. Perhitungkan betul nasehat Anda dan bagaimana menyampaikan nasehat itu. Jika mengungkap indahnya kesuksesan, ungkaplah dengan segala resikonya. Biarkan orang melihat dari kacamata lebih luas sebelum mengambil keputusan penting dalam hidupnya. Jangan sampai merasa sudah keren karena peserta seminar pada semangat membara saja. Sesekali survey-lah ke peserta2 Anda 3 bulan atau 6 bulan setelahnya sebagai feedback bagi sang motivator.

Buat teman-teman yang hobi ikut seminar motivasi, hindari menelan mentah-mentah. Kritis lah dengan apa yang disampaikan sang motivator. Dan tentu sebelum ikut seminar motivasi, cek betul background dari sang motivator. Jangan mudah termakan janji palsu bahwa Anda akan cepat kaya, mudah sukses, gampang hidup bahagia, dll. Apalagi menawarkan solusi sukses yang ekstrim, tampaknya keren tapi sebaiknya tinggalkan saja. Saya pribadi sudah langsung nggak percaya begitu ada motivator yang menawarkan "cara-cara gampang".

Sampai sekarang saya masih membantu benerapa orang korban motivator kebablasan, dan entah mau sampai berapa banyak lagi. Mari bijak dalam memotivasi, dan berhati-hati dalam memilih motivator untuk diikuti.

Mari lebih bijak dan berhati-hati...

2 komentar: