Labels

Belajar, Berbagi, Bermanfaat

Kamis, 16 Januari 2014

MAKALAH PELANGGARAN HAM OLEH SATPOL PP



MAKALAH
PELANGGARAN HAM OLEH SATPOL PP
Di susun guna memenuhi tugas Pendidikan Pancasila yang
Di ampu oleh:
IBU EMMA MUZAEMMAH, SH, MH



DI SUSUN OLEH :
BIDARI AYU LESTARI
210007



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah dan perkenan-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah Pelanggaran HAM olehsatpol PP ini tepat waktu.
Makalah ini disusun dengan mengumpulkan beberapa materi mengenai  batasan -batasan dalam setiap hak asasi yang dimiliki satpolppdalam hokum di Indonesia.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kami mohon maaf serta kami berharap, makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian mengenai batasan - batasan tersebut.
Kritik dan saran tentunya sangat kami harapkan, agar kedepannya kami bisa menyusun makalah dengan lebih baik lagi. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.



Penulis



DAFTAR ISI

Halamanjudul............................................................................................................. ........ i
Kata pengantar.......................................................................................................... ....... ii
Daftarisi..................................................................................................................... ...... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A.        Latarbelakang......................................................................................... ....... 1
B.        PerumusanMasalah................................................................................ ....... 2
BAB II ISI
A.        Pelanggaran HAM oleh satpol PP........................................................... ....... 3
B.        Penanganan yang di harapkan............................................................... ....... 5
BAB III PENUTUP
A.        Kesimpulan.............................................................................................. ..... 10
B.        Saran....................................................................................................... ..... 10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... ..... 12






BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Indonesia sebagai negara yang demokratis dan memiliki beragam kebudayaan,pada kenyataannya senantiasa menjunjung dan menerapkan konsep penegakkan HAM dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Pasca reformasi 1998,atensi terhadap penegakkan HAM di Indonesia semakin meningkat tajam. Hak-hak asasi baik sifatnya sipil-politik ataupun ekonomi, sosial dan budaya serta dimensi HAM lainnya telah terkonstisionalisasi dalam perundang-undangan. Termasuk dalam UUD 1945 sendiri mengakui dengan jelas bagaimana hak asasi manusia itu harus dihargai, dijunjung tinggi, dihormati dan negara menjadi pemangku kewajiban dari pemenuhan hak-hak asasi tersebut. Dasar hukum bagi pelaksanaan HAM di negara ini pun sudah cukup jelas dicantumkan dalam setiap hukum positif yang berlaku, UUD 1945, UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, UU No 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM,dan berbagai ratifikasai penegakkan HAM yang sudah diundangkan.Di dalam UU No 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah aturan-aturan mengenai HAM juga dicantumkan dengan menegaskan bahwa pemerintah disebut sebagai pemangku kewajiban sedangkan masyarakat sebagai pemangku hak.Hal itu berarti,dalam undang-undang tersebut secara eksplisit juga menerapkan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam hal hak warga negara (masyarakat).
Disisi lain,peran elemen pemerintahan yang masih terlihat belum maksimal ini sudah selayaknya dilakukan berbagai pembenahan utamanya pada domain penegakkan HAM khususnya di Yogyakarta.Terlebih jika pelaku pelanggaran HAM tersebut adalah bagian dari aparat pemerintahan semisal Satpol PP.Dalam prakteknya,prosedur yang dilakukan oleh Satpol PP tidak memiliki ukuran dan wewenang yang jelas.Seringkali aparat penegak perda ini melakukan distorsi yang melampaui kewenangannya.Hal ini semakin bertambah parah lagi dengan minimnya pengetahuan para aparat Satpol PP ini terutama mengenai permasalahan hak asasi manusia.Maka tidaklah heran,dalam menjalankan tugas nya guna melakukan tindakan represif non-yustisial terhadap warga masyarakat atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas perda dan atau keputusan kepala daerah seringkali terjadi penyalahgunaan kewenangan yang berujung pada pelanggaran terhadap hak asasi manusia khususnya di Yogyakarta.
B.      PerumusanMasalah.
1.         Apasajapelanggaran HAM yang dilakukan oleh satpol PP?
2.         BagaimanapelanggaranSatpolPP dalam konsepsi HAM?
3.         Apa saja penanganan yang ideal untuk menghentikan pelanggaran oleh satpol PP menurut UUD 1945?



BAB II
ISI
A.       PELANGGARAN HAM OLEH SATPOL PP
Kejadian pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Satpol PP Sleman bermula ketika diadakannya penertiban terhadap anak jalanan yang seringkali mangkal dikawasan Jombor Sleman.Pada hari itu Selasa 6 Oktober 2009,sekitar pukul 13.30 WIB,sekelompok Satpol PP berjumlah 12 orang anggota dengan 2 orang bertindak sebagai komandan melakukan penertiban terhadap para anak jalanan tersebut.Ketika sampai di sekitar wilayah terminal Jombor,para anggota Satpol PP tersebut langsung beraksi.Melihat adanya sekelompok anggota Satpol PP itu para anak jalanan ada yang berusaha menyelamatkan diri namun ada juga yang tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya pasrah ketika mereka dijaring oleh anggota Satpol PP itu.Para masyarakat disekitar terminal menjadi saksi aksi brutal kejadian tersebut.
Disalah satu warung makan disekitaran terminal,anggota Satpol PP mulai menangkapi anak-anak jalanan tersebut,mereka lalu dikumpulkan disalah satu sudut terminal.Barang-barang mereka seperti pakaian,tikar,dan perlengkapan lainnya ikut dikumpulkan ditempat tersebut.Kemudian,salah satu anggota Satpol PP mengambil sebotol minyak tanah dari dalam mobil,yang sepertinya sudah sengaja dipersiapkan oleh mereka untuk menjalankan aksinya.Tanpa berkata banyak mereka melakukan pembakaran terhadap barang-barang tersebut.Para anak jalanan tersebut hanya terdiam menyaksikan perilaku para anggota Satpol PP yang sewenang-wenang itu,mereka pun tidak mampu berbuat apa-apa.Bahkan ketika beberapa orang dari anak jalanan tersebut berusaha untuk menyelamatkan pakaiannya yang terbakar,para anggota Satpol PP tersebut justru menghalangi mereka.Kemudian beberapa orang anak jalanan tersebut mengadukan kejadian itu pada sekelompok pemuda yang berada di terminal itu,diduga mereka adalah sekelompok preman yang sering mangkal di sekitaran terminal Jombor Sleman.Hampir saja terjadi kericuhan antara sekelompok pemuda itu dengan para anggota Satpol PP yang melakukan pembakaran itu,untungnya aparat Kepolisian yang kebetulan bertugas di pos lantas Jombor segera datang dan melerai kedua belah pihak.Selanjutnya sekelompok anak jalanan tersebut dibawa menuju Dinas Sosial Provinsi Yogyakarta oleh aparat Satpol PP dan anggota Dinas Sosial yang juga ikut dalam penertiban tersebut.Dan komandan yang memimpin anggota Satpol PP beserta sekelompok pemuda yang diduga preman terminal Jombor dibawa menuju pos Polisi oleh aparat Kepolisian.Di pos Polisi tersebut,kedua belah pihak didamaikan secara baik-baik oleh anggota Polisi,hal ini tentu saja untuk mencegah meluasnya kejadian yang tidak diinginkan.
Pasca terjadinya pembakaran terhadap pakaian anak-anak jalanan dikawasan Jombor tersebut ternyata tidak berhenti sampai disitu saja.Sekelompok anak jalanan yang merasa telah menjadi korban kebiadaban Satpol PP tidak terima terhadap kejadian itu.Mereka lalu mengadu kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta.Mereka melaporkan kejadian tersebut dan mengharapkan LBH Yogyakarta untuk meminta pertanggung jawaban Satpol PP Sleman terhadap tindakan sewenang-wenang dari anggotanya.Oleh pihak LBH Yogyakarta,kejadian tersebut diteruskan kepada pihak Kepolisian dalam hal ini Polda DIY untuk dibuatkan laporan resminya.Menurut LBH,kejadian yang menimpa anak jalanan tersebut tidak dapat di katakan sebagai kegiatan penertiban lagi.Apapun bentuknya kegiatan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan pelanggaran pidana yang melanggar ketentuan pasal 170 KUHP dan juga merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.Karenanya pihak LBH juga akan melaporkan kejadian tersebut kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).Mereka berpendapat,apapun rupa dari para anak jalanan tersebut,mereka tetaplah seorang manusia yang memiliki hak dasar dan mereka juga adalah warga negara Indonesia yang wajib dilindungi hak-haknya.
Namun demikian,pihak Satpol PP menyanggah hal tersebut.Satpol PP Sleman tidak mengakui adanya pembakaran yang dilakukan dengan sengaja terhadap barang-barang para anak jalanan itu.Dalam hal melakukan penertiban mereka menyampaikan prosedur penanganannya telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Menurut mereka,pembakaran tersebut dilakukan ketika dilakukannya penertiban,mereka menemukan spanduk-spanduk serta beberapa sampah koran-koran yang berserakan disekitar tempat kejadian,lalu tidak jauh dari tempat itu terdapat tempat pembakaran sampah yang masih terlihat bara apinya,sehingga mereka bermaksud untuk sekaligus membersihkan barang-barang yang mereka duga sebagai sampah jalanan yang bisa merusak pemandangan dan kebersihan disekitar areal terminal Jombor.
B.        PENANGANAN YANG DIHARAPKAN
a.        Pelanggaran oleh Satpol PP dalam konsepsi HAM
Permasalahan anak jalanan yang kebanyakan masih dibawah umur,bukanlah hal yang baru terjadi di Indonesia.Pada berbagai kota-kota di Indonesia,selalu saja ada anak-anak jalanan yang muncul di sudut-sudut kota sampai dengan di jalan raya.Hal ini memang masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah Indonesia,karena sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945 pada pasal 34 (1) bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.Tetapi memang masalah anak jalanan tidak bisa hanya dipandang dari satu perspektif sudut pandang saja,hal ini harus diikuti dengan berbagai kajian terutama dari sisi pandang sosial.Akan tetapi ditengah kewajiban negara terhadap penanganan masalah anak-anak jalanan yang belum terselesaikan ini sudah selayaknya setiap kita sebagai manusia senantiasa menghormati hak-hak asasi dari para anak jalanan ini.Terlepas dari keterbatasan mereka yang harus menghidupi dirinya dengan mengemis,meminta-minta,pengamen dijalan sampai dengan melakukan tindak kejahatan,mereka tetaplah memiliki hak dasar yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun.
Pada bagian konsiderens UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia huruf (b) dikatakan bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia,bersifat universal dan langgeng,oleh karena itu harus dilindungi,dihormati,dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi,atau dirampas oleh siapapun.Makna yang terkandung didalamnya tentu saja mencangkup keseluruhan masyarakat Indonesia dimanapun dia berada dimana konsepsi ini tidak menghiraukan status sosial seseorang,entah itu seorang kaya raya ataupun miskin,tetaplah sama perlakuannya terhadap keberadaan hak asasi yang melekat pada pribadi mereka masing-masing. Menurut Prof.Drs.Koesparmono Irsan SH, MM, MBA hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara alamiah melekat pada setiap manusia dalam kehidupan masyarakat,bukan saja meliputi hak perseorangan melainkan juga hak masyarakat,bangsa dan negara yang secara utuh terdapat dalam UUD 1945 serta sesuai pula dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam the Universal Declaration on Human Rights 1948 dan konvensi-konvensi Internasional lainnya (Hukum Humaniter,2003:200).Dengan demikian,status sosial sebagai seorang anak jalanan tidaklah menghilangkan hak asasi mereka sebagai manusia.
Tindakan yang dilakukan oleh Satpol PP Sleman pada hari Selasa tanggal 6 Oktober 2009 tersebut sesungguhnya dapat dipandang sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana yang diatur dalam KUHP pasal 170 (1) yang mengatakan bahwa : “Barang siapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang,diancam dengan pidana paling lama lima tahun enam bulan”. Tindakan pembakaran tanpa alasan yang dilakukan oleh aparat Satpol PP tersebut dapat diduga sebagai penggunaan kekerasan terhadap orang atau barang,kemudian tindakan oleh sekelompok aparat Satpol PP diartikan sebagai penggunaan dengan tenaga bersama.Namun tentu saja untuk mendapatkan penerapan pasal dalam KUHP yang tepat harus disertai dengan pembuktian yang akurat dan sesuai dengan pedoman pada pasal 184 KUHAP mengenai alat bukti.Pada penanganan ideal yang akan dibahas dalam makalah ini,penulis tidak akan menggunakan perspektif hukum positif,mengingat hal tersebut menjadi kewenangan penyidik Polri sebagai institusi yang independen karena kasus ini pun telah dilaporkan kepada pihak Kepolisian melalui Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ditinjau dari sudut pandang sosiologis,perbuatan yang dilakukan oleh aparat Satpol PP tersebut telah melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia sebagaimana yang tercantum dalam empat prinsip utama Konvensi Hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum PBB tanggal 20 September 1989  yakni : non-diskriminasi, yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup dan berkembang serta berpartispasi. Kemudian perbuatan pembakaran barang hak milik para anak jalanan tanpa alasan yang jelas tersebut juga dapat diklasifikasikan tindakan perampasan terhadap barang hak milik,hal ini sebagaimana dikatakan oleh James W Nickel dalam bukunya mengenai HAM yang menyatakan bahwa unsur-unsur suatu hak adalah sebagai berikut:
Masing-masing hak mengidentifisikasikan suatu pihak sebagai pemilik atau pemegangnya. Syarat-syarat pemilikan (conditions of possession) barangkali cukup terbatas diberlakukan pada satu orang saja (misalnya hak seseorang untuk dipanggil dengan nama kesukaannya) atau cukup luas untuk mencakup seluruh umat manusia. Perlu prosedur-prosedur untuk merampas suatu hak, seperti menjual, mengingkari atau menyitanya. Hal ini menunjukkan adanya kepemilikan atasnya.
                                            i.         Hak adalah untuk suatu kebebasan atau keuntungan (freedom and benefit).
                                          ii.         Suatu hak yang ditetapkan secara lengkap akan mengidentifikasi pihak atau pihak-pihak lain yang harus berperan mengusahakan tersedianya kebebasan atau keuntungan yang diidentifikasikan oleh ruang lingkup hak tersebut. Pihak-pihak ini adalah penanggung jawab atau pihak yang harus menghormati hak tersebut (role and identification).
                                        iii.         Bobot suatu hak menentukan suatu urutan arti pentingnya dalam hubungannya dengan norma-norma lain. Bobot disini berkenaan dengan soal apakah suatu hak kadang-kadang dapat dikalahkan oleh pertimbangan-pertimbangan lain dalam kasus-kasus konflik. Hak prima factie adalah hak yang tidak absolut, yang berhadapan dengan pertimbangan-pertimbangan lain; bobot hak itu tidak ditentukan secara lengkap.
( Hak Asasi Manusia dan Kepolisian,2008:8)

b.      Penanganan ideal yang seharusnya
Dasar hukum pelaksanaan tugas Satuan Polisi Pamong Praja sebagai bagian dari elemen Pemerintah Daerah adalah UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,pada pasal 148 dikatakan bahwa :
(1) Untuk membantu kepala daerah dalarn menegakkan Perda danpenyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja.
(2) Pembentukan dan susunan organisasi Satuan Polisi Pamong Praja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya pada pasal 149 (1) UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa :
(1) Anggota Satuan Polisi Pamong Praja dapat diangkat sebagai penyidikpegawai negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Kedua pasal inilah yang menjadi landasan hukum bagi terbentuknya Satpol PP di berbagai daerah di Indonesia.
Sebagai bagian dari elemen pemerintahan daerah maka selayaknya Satpol PP dalam menjalankan tugasnya juga harus tetap berpegangan pada prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia,hal ini mengingat konsiderens dari UU No 32 tahun 2004 juga menyatakan secara ekspilisit bahwa aparat pemerintahan haruslah senantiasa melaksanakan kewajibannya dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi masyarakat tanpa terkecuali.Cara-cara penggunaan kekerasan dan kesewenang-wenangan seharusnya tidak dilakukan oleh aparat Satpol PP tersebut,walaupun memang dalam kenyataannya keberadaan dari anak-anak jalanan ini sering kali mengganggu ketertiban umum baik itu dari perilaku mereka maupun perbuatan mereka yang sering tidak memikirkan kenyamanan pengguna jalan di jalan raya.Tapi point utama yang juga harus dicermati adalah keberadaan anak jalanan tersebut adalah status mereka yang rata-rata merupakan golongan anak dibawah umur,sebagaimana hasil konvensi tentang hak anak atau United Nations Conventions on The Rights of The Child terdapat folosofi dalam menjaga masa depan anak dan pemerintah terikat untuk melaksanakan hal tersebut,yaitu :
                                                     i.          Perlindungan  : anak-anak mempunyai hak untuk dilindungi darikekejaman, penyalah-gunaan, penelantaran, dan eksploitasi;
                                                   ii.          Peran serta     : anak-anak mempunyai hak untuk memerankan peran yang   aktif   dalam   masyarakat,   berpartisipasi   dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan alam pikirnya;
                                                 iii.          Penyediaan     : setiap anak mempunyai hak agar kebutuhan dasarnya di-penuhi.
( Hak Asasi Manusia dan Kepolisian,2008:88)
Dengan berbagai penjelasan mengenai hal-hal yang sepatutnya dilakukan oleh Satpol PP dalam menjalankan tugas pokoknya sebagai bagian dari elemen pemerintahan daerah maka sudah sepatutnya penggunaan cara-cara dengan kekerasan tidak lagi dilaksanakan oleh Satpol PP terutama pada kasus ini.Banyak cara yang bersifat preventif yang masih bisa dijalankan dan dilaksanakan serta dengan senantiasa berpedoman pada keberadaan manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan YME dan memiliki hak-hak dasar yang wajib dijunjung tinggi dan dihormati terlebih lagi oleh aparat penegak hukum.



BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Melalui berbagai penjelasan mengenai kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Satpol PP Sleman tersebut maka penulis mencoba mengambil beberapa point kesimpulan diantaranya adalah:
i.           Keberadaan anak jalanan yang terkadang sering meresahkan masyarakat apapun bentuknya,tidaklah lantas serta merta menghilangkan hak asasi mereka sebagai mahluk ciptaan Tuhan YME.
ii.         Penggunaan cara-cara kekerasan yang dilakukan oleh Satpol PP Sleman adalah kurang tepat,baik dilihat dari sudut pandang sosiologis melalui adanya dugaan pelanggaran HAM maupun dilihat dari kaca mata hukum positif yang berlaku di Indonesia.
iii.       Satpol PP sebagai bagian dari elemen Pemerintahan Daerah hendaknya mendahulukan cara-cara yang bersifat preventif dalam menjalankan tugasnya,karena bentuk kewenangannya adalah menegakkan hukum non-yustisial seperti Peraturan Daerah (perda).
iv.       Bahwa prinsip-prinsip mengenai hak anak sering kali dilanggar oleh aparat penegak hukum,salah satu penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan mengenai hal tersebut akibat dari minimnya fungsi pembinaan dalam pola pendidikan dan rekruitment aparat tersebut.

B.     Saran
Dalam kesempatan ini, penulis mencoba mengajak semua pihak terkait untuk mengkaji ulang mengenai pelaksanaan tugas Satpol PP sebagai aparat pengawal peraturan daerah. Hal ini didasarkan pada banyaknya contoh kasus kekerasan yang dilakukan oleh oknum Satpol PP ketika menjalankan tugas nya utamanya dalam melakukan penertiban. Terlebih lagi, pada beberapa kesempatan telah muncul wacana untuk menggunakan senjata api oleh Satpol PP,padahal tingkat urgensi dalam menggunakan senpi tersebut dirasa belumlah begitu diperlukan.Karena ketika terjadi peningkatan eskalasi berupa perlawanan dari pihak yang ditertibkan seharusnya pihak Satpol PP menyerahkannya kepada aparat Kepolisian sebagai penegak hukum. Namun seringkali koordinasi antara kedua belah pihak tidak terlaksana dengan baik. Kedepan hal tersebut nampaknya juga membutuhkan pemikiran yang lebih realistis lagi, agar bentuk-bentuk pelayanan terhadap masyarakat dapat berjalan dengan baik .



DAFTAR PUSTAKA


1 komentar: