Labels

Belajar, Berbagi, Bermanfaat

Kamis, 16 Januari 2014

Interpersonal Skill



Interpersonal Skill

Interpersonal Skill
* Kemampuan, kesanggupan, kepandaian atau kemahiran seseorang dalam mengerjakan sesuatu
* Interpersonal Skill yang baik dapat dibangun dari kemampuan mengembangkan perilaku dan komunikasi yang asertif dan efektif
* Memiliki konsep diri  dan berkepribadian yang kuat
* Meningkatkan human relations dalam kehidupan bermasyarakat dan organisasi
* Meningkatkan kemampuan menjadi pemimpin dan dapat bekerjasama dalam team
* Percaya diri dan mengasah kemampuan berkomunikasi
* Interpersonal Skill bukan merupakan bagian dari karakter kepribadian yang bersifat bawaan, melainkan merupakan ketrampilan yang bisa dipelajari


Teori -teori Hubungan Manusia

  1. Teori  hubungan Biologis : manusia dapat berhubungan dengan manusia lain dengan menggunakan anggota badan.
  2. Teori hubungan Ekonomis : manusia itu akan berhubungan  dengan manusia lain karena terdesak kebutuhan ekonomi.
  3. Teori hubungan Estetis : estetika yang berarti keindahan, dan menurut teori ini manusia itu akan selalu ingin berhubungan dengan manusia lain yang dianggap mempunyai keindahan.
  4. Teori hubungan Etis : menurut teori ini hubungan sesama manusia itu bersifat wajib. 
Hubungan Timbal Balik Antar Manusia
* Akomodatif : sikap suka menampung  atau menghargai pendapat orang lain
* Asimilasi (Pembaruan ) : sikap suka menekankan hal-hal yang sama dan mengabaikan hal yg tidak sama antara diri kita dengan orang lain
* Akulturasi : sikap suka mengalah atau tidak memaksa pendapat kepada orang lain , juga suka mengubah kebiasaan buruk .


Interaksi Sosial yang Bersifat Desosiatif atau Meregangkan Hubungan Antar Manusia

~ Kompetisi, sikap suka mengajak bersaing atau bertanding.
~ Kontraversi, sikap suka ngambek atau diam tapi mendongkol.
~ Konflik, sikap suka menentang atau menantang
 
Visi pendidikan UNESCO  ( United Nations forEducation,Science and Culture Organization ) :
* Belajar mengetahui atau memahami (learning to know )
* Belajar untuk mengerjakan sesuatu ( learning to do )
* Belajar untuk menjadi diri sendiri ( learning to be )
* Belajar hidup bersama atau bermasyarakat ( learning  to live together )


8 Kompetensi Dasar yang Dibutuhkan Untuk Sukses

~ Kemampuan beradaptasi
~ Kemampuan melayani klien
~ Komunikasi
~ Kemampuan memecahkan masalah secara kreatif
~ Kemampuan bekerja dalam team dan berkolaborasi
~ Bisa dipercaya
~ Bertanggung jawab
~ Dorongan untuk berprestasi


Seni Berkomunikasi Positif

1. The art of looking (memandang) : Tatapan mata mengungkap berjuta makna
2. The art of smiling (tersenyum) : Ketulusan terungkap dalam senyum
3. The art of listening (mendengar) : Kesediaan mendengar menjadikan lebih pintar
4. The art of answering (menjawab) : Jawaban tentu lebih berarti
5. The art of questioning (bertanya) : Bertanya memperkaya wacana
6. The art of surprising (kejutan positif) : Kejutan mengesankan kepedulian
7. The art of admitting mistake (mengakui kesalahan) : Mengakui kesalahan mencerminkan kerendahan hati dan kebesaran jiwa
8. The art of asking apology (meminta maaf) : Permintaan maaf mengajarkan rasa ikhlas
9. The art of stating empaty (pernyataan empati) : Pernyataan empati sangat menyejukkan hati
10. The art of closing conversation (menutup pembicaraan) : Ungkapkan kata perpisahan yang membawa kesan


7 Syarat Keberhasilan

- Kecakapan menetapkan tujuan
- Kemampuan memahami dengan memanfaatkan pengalaman atau pengetahuan
- Keberanian untuk berbuat sesuatu
- Bersikap murah hati / ramah
- Mempunyai jati diri / kepribadian
- Mempunyai kepercayaan diri
- Dapat menerima dan menyadari keadaan dirinya


7 Sikap Negatif yang Menyebabkan Kegagalan

* Putus asa
* Sikap suka menentang atau menantang
* Sikap cemas
* Sikap suka menyendiri
* Gelisah karena ketidakpastian
* Sikap suka uring-uringan, marah tanpa alasan yang jelas
* Sikap suka bengong


10 Kiat Menjadi Pribadi yang Disukai

~ Royallah dalam memberi pujian
~ Buatlah orang lain merasa dirinya sebagai orang penting
~ Jadilah pendengar yang baik
~ Usahakanlah untuk selalu menyebutkan nama orang dengan benar
~ Bersikaplah ramah
~ Bermurah hatilah
~ Hindari kebiasaan mengkritik, mencela atau menganggap remeh orang lain
~ Bersikap asertif
~ Berbuatlah apa yang anda ingin orang lain berbuat kepada anda
~ Cintailah diri sendiri

Silabus : Interpersonal Skill
Kode Mata Kuliah : IFPB432
Nama Mata Kuliah : Interpersonal Skill
Jumlah SKS : 2 SKS
Semester : 8 (delapan)
Prasyarat : -

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
-

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
-

SILABUS
- Pendahuluan
- Keterampilan Sosial Yang Harus Dikembangkan
- EQ dengan Indikator Positif
- Mengukur Karakter Pribadi Secara Sederhana
- Pengembangan Kepribadian
- Interpersonal Skill dan Profesi
- Karakteristik Pelajar Individual Secara Visual
- Karakteristik Pelajar Individual Secara Audio Visual

STRATEGI PENGAJARAN
- Kuliah (tatap muka)
- Studi Kasus
- Diskusi
- Tugasa Mandiri

Perangkat Lunak Penunjang


DAFTAR PUSTAKA
-

Interpersonal Skill sesi 2 - Presentation Transcript

  1. Interpersonal Skills - Communications Mendengarkan ( Listening ) Universitas Mercubuana, Jakarta A.Judhie Setiawan, M.Si
  2. Interpersonal Skill
    • Kemampuan seseorang dalam menjalin hubungan dengan manusia atau orang lain.
    • Teori Kecerdasan: suatu bentuk kemampuan dalam membaca perasaan, dorongan, dan keinginan orang lain, baik yg terucapkan atau yg tak terucapkan, dan bertindak atas dasar pengetahuan itu.
  3. Keahlian Interpersonal Skill
    • Keahlian ini memiliki dua (2)unsur penting:
    • Peduli atau perhatian kepada orang lain,
    • Yang kemudian diikuti oleh dorongan untuk melakukan sesuatu pada orang lain (Concern and Action).
  4. Interpersonal Skill
    • Kemampuan seseorang dalam menghangatkan hubungan.
    • Kemampuan seseorang dalam membuat pendekatan yang mudah.
    • Kemampuan seseorang dalam membangun hubungan secara konstruktif.
    • Kemampuan seseorang dalam menggunakan diplomasi dan teknik untuk mencairkan situasi yang sedang tegang.
    • Kemampuan seseorang dalam menggunakan gaya yang dapat menghentikan permusuhan yang merusak sebuah hubungan.
  5. Communications
    • Impersonal Communications ; ketika masing-masing kita saling memahami namun sebetulnya tidak ada keterlibatan emosi secara pribadi.
    • Interpersonal Communications ; komunikasi antara dua orang atau lebih di mana masing-masing punya keterlibatan emosi personal, komitmen dalam menjalani hubungan itu.
  6. Interpersonal Skills ?
    • Key interpersonal skills
A B Listening Goal setting Providing feedback Empowering people Coaching Interviewing Persuading Politicking Running meetings Resolving conflicts negotiating Building teams (Stephen P. Robbins,1989)
  1. I. Listening (mendengarkan)
    • Penelitian oleh Crocker, 1998 menemukan fakta bahwa dari 300 organisasi yang diteliti, sebagian besar menempatkan “listening” diurutan teratas, sebagai syarat manajer yang berhasil
    • Hearing Vs. Listening
    • Hearing – mendengar suara
    • Listening – menangkap makna dari suara yang kita dengar. Listening requires paying attention, interpreting, and remembering sound stimuli.
  2. Active Vs. Passive Listening
    • Mendengarkan secara pasif, menempatkan diri kita seperti mesin perekam ( recorder ). Semua kata dimasukan ke dalam memori (yang penting dan yang tidak), sehingga kita tidak dapat membedakannya. Kita ingat apa yang dikatakannya, tetapi tidak mengerti apa maknanya.
    • Mendengarkan secara aktif menuntut kita agar mampu menempatkan diri sebagai pihak yang menyampaikan pesan (empati). Kita harus berkonsentrasi dan mau memahami sepenuhnya isi yang dikemukakan pembicara.
  3. Empat tuntutan “active listening” intensitas Kemauan memperoleh informasi lengkap menerima empati Active Listening (Rogers & Farson, 1976)
  4. Active listeners speaker Words Eye movement Facial expressions Body posture Hand gestures Emotions ears eyes mind listen with their:
  5. Pendengar yang efektif
    • Make eye contact
    • Exhibit affirmative head nods and appropriate facial expression
    • Avoid distraction actions or gestures
    • Ask questions
    • Paraphrase
    • Avoid interrupting the speaker
    • Don’t over-talk
  6. 1. Kontak mata
    • Bagaimana perasaan anda ketika melihat orang yang anda ajak bicara tidak memandang anda, melainkan memandang ke tempat lain?. Seperti juga kebanyakan orang lain, anda akan mentafsirkan bahwa orang tersebut mungkin tidak tertarik akan apa yang anda bicarakan. Anda mendengarkan dengan telinga anda, namun orang lain menilai apakah anda mendengarkan atau tidak, dengan melihat mata anda.
  7. 2. Anggukan kepala dan ekspresikan wajah penuh perhatian
    • Pendengar yang efektif menaruh minat atas apa yang sedang diucapkan orang lain dengan memberikan tanda “nonverbal”.
    • Menganggukan kepala, mengerutkan wajah, tertawa ketika pembicara mencoba melontarkan humor, menggeser posisi duduk ke arah pembicara, dan lain sebagainya.
  8. 3. Cegah tindakan atau gerakan yang berkesan negatif
    • Ketika anda sedang mendengarkan pembicaraan orang lain, jangan terlampau sering melihat atau melirik ke arah jam, memainkan pinsil, membuka-buka halaman buku, atau mengerjakan sesuatu yang tidak berkaitan dengan isi pembicaraan. Tindakan-tindakan tersebut mengesankan bahwa anda bosan, atau tidak tertarik pada apa yang sedang diutarakan pembicara.
  9. 4. Ajukan pertanyaan
    • Pendengar yang kritis menganalisis apa yang didengarkannya, dan lalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan. Perilaku ini memberikan keyakinan kepada pembicara bahwa anda memang benar-benar mendengarkan.
  10. 5. Uraikan apa yang didengar dengan kata-kata sendiri
    • Misalnya : “Anda mengatakan …..(kata-kata pembicara) “ “Apakah itu artinya adalah …….. (kata-kata anda sendiri) ?”
    • Pertama: sebagai tanda bahwa anda memperhatikan baik-baik isi pembicaraan.
    • Kedua : sebagai tanda bahwa anda ingin jangan sampai salah mentafsirkan kata-kata pembicara.
  11. 6. Hindarkan menginterupsi atau memotong pembicaraan
    • Beri kesempatan kepada pembicara untuk menyelesaikan isi pembicaraannya. Setelah itu baru anda boleh mengajukan pertanyaan atau memberikan komentar.
    • Biasakan untuk bersabar mendengarkan pembicaraan orang lain.
  12. 7. Jangan terlalu banyak bicara
    • Memang, sebagian besar kita lebih suka mengemukakan gagasan kita ketimbang harus mendengarkan gagasan orang lain. Namun ketika kita sedang dalam posisi sebagai pendengar yang baik, tahanlah untuk tidak banyak bicara.
  13. Beberapa Pendekatan utk Melatih Kemampuan “Listening”
    • Pahami lebih dahulu bahwa di dunia ini tidak ada bahan atau materi yang kurang menarik. Yang ada adalah orang yang kurang tertarik.
    • Jangan curiga lebih dulu.
    • Belajarlah untuk menjadi Obyektif.
    • Dengarkan ide pokoknya.
    • Tolaklah Distraksi (sesuatu yang bisa mengganggu konsentrasi).
  14. Referensi Buku
  15. Referensi Buku
  16. Terima kasih.........

BAHAN MK INTERPERSONAL SKILL
KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILL)
Kecakapan hidup merupakan orientasi pendidikan yang mensinergikan mata pelajaran menjadi kecakapan hidup yang diperlukan seseorang, dimanapun ia berada, bekerja atau tidak bekerja, apapun profesinya.
Kecakapan hidup (Life Skill) yaitu kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif, mencari dan  menemukan solusi untuk mengatasinya.
Pengertian kecakapan hidup lebih luas dari keterampilan vokasional atau keterampilan untuk bekerja.  Orang yang tidak bekerja, misalnya ibu rumah tangga atau orang yang sudah pensiun, tetap memerlukan kecakapan hidup. Seperti halnya orang yang bekerja, mereka juga menghadapi berbagai masalah yang harus dipecahkan.  Orang yang sedang menempuh pendidikan pun memerlukan kecakapan hidup, karena mereka tentu juga memiliki permasalahannya sendiri.  Bukankah dalam hidup ini, di manapun dan kapanpun, orang selalu menemui masalah yang memerlukan pemecahan?
Dengan bekal kecakapan hidup yang baik, diharapkan para lulusan akan mampu memecahkan problema kehidupan yang dihadapi, termasuk mencari atau menciptakan pekerjaan bagi mereka yang tidak melanjutkan pendidikannya.
Untuk mewujudkan hal ini, perlu diterapkan prinsip pendidikan berbasis luas yang tidak hanya berorientasi pada bidang akademik atau vokasional semata, tetapi juga memberikan bekal learning how to learn sekaligus learning how to unlearn, tidak hanya belajar teori, tetapi juga mempraktekkannya untuk memecahkan problema kehidupan sehari-hari (Bently, 2000).  Pendidikan yang mengitegrasikan empat pilar pendidikan yang diajukan oleh UNESCO, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, and learning to live together.
I.  PENDAHULUAN
Latar Belakang
Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia telah lama dilakukan.  Dalam setiap GBHN dan REPELITA selalu tercantum bahwa peningkatan mutu merupakan salah satu prioritas pembangunan di bidang pendidikan.  Berbagai inovasi dan program pendidikan juga telah dilaksanakan.  Namun demikian berbagai indikator menunjukkan bahwa mutu pendidikan masih belum meningkat secara signifikan. NEM SD sampai Sekolah Menengah relatif rendah dan tidak mengalami peningkatan yang berarti. Dari sisi perilaku keseharian siswa, banyak terjadi ketidak kepuasan masyarakat.  Tawuran antar siswa kini sudah menjadi berita biasa.  Tawuran kini sudah menjalar sampai ke SLTP di kota kabupaten.  Dari dunia usaha juga muncul keluhan bahwa lulusan yang memasuki dunia kerja belum memiliki kesiapan kerja yang baik.  Ketidakpuasan berjenjang juga terjadi, kalangan SLTP merasa bekal lulusan SD kurang baik untuk memasuki SLTP, kalangan SLTA merasa lulusan SLTP tidak siap mengikuti pembelajaran di Sekolah Menengah, dan kalangan perguruan tinggi merasa bekal lulusan SLTA belum cukup untuk mengikuti perkuliahan.
Kini juga muncul gejala lulusan SLTP dan SLTA banyak yang menjadi pengangguran di pedesaan, karena sulitnya mendapatkan pekerjaan. Sementara itu, mereka merasa malu  jika harus membantu orangtuanya sebagai petani atau pedagang.  Terkait dengan itu, studi Blazely dkk. (1997) melaporkan bahwa pembelajaran di sekolah cenderung sangat teoretik dan tidak terkait dengan lingkungan di mana anak berada.  Akibatnya peserta didik tidak mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah guna memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan seakan mencabut peserta didik dari lingkungannya sehingga menjadi asing di masyarakatnya sendiri.
Hasil penilaian terhadap HDI maupun hasil survai TIMSS-R 1999 dan PERC dengan 17 indikatornya, serta fenomena yang ditemukan di tanah air perlu direnungkan secara sungguh-sungguh. Fakta itu menunjukkan bahwa upaya peningkatan mutu yang selama ini dilakukan belum mampu memecahkan masalah dasar pendidikan di Indonesia.  Pada hal pendidikan yang bermutu merupakan syarat pokok untuk peningkatan mutu SDM dalam memasuki era kesejagatan.  Sejarah menunjukkan negara yang memperhatikan mutu pendidikan ternyata mengalami perkembangan yang mengagumkan, seakan membuktikan bahwa hasil pendidikan berupa sumberdaya manusia yang bermutu, menjadi modal dasar yang sangat kokoh bagi perkembangan suatu negara.  Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah penyempurnaan yang mendasar, konsisten dan sistematik.
Untuk maksud tersebut, pendidikan perlu dikembalikan kepada prinsip dasarnya, yaitu sebagai upaya untuk memanusiakan manusia (humanisasi). Pendidikan juga harus dapat mengembangkan potensi dasar peserta didik agar berani menghadapi problema yang dihadapi tanpa rasa tertekan, mampu dan senang meningkatkan fitrahnya sebagai khalifah di muka bumi. Pendidikan juga diharapkan mampu mendorong peserta didik untuk memelihara diri sendiri, sambil meningkatkan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat dan lingkungannya.
Di samping itu perlu dikembangkan kesadaran bersama bahwa:
(1) komitmen peningkatan mutu pendidikan merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan mutu sumberdaya manusia, baik sebagai pribadi-pribadi maupun sebagai modal dasar pembangunan bangsa, merupakan langkah strategis pembangunan nasional, sebagaimana diamanatkan oleh pembukaan Undang-undang Dasar 1945, dan
(2) pemerataan daya tampung pendidikan harus disertai pemerataan mutu pendidikan, sehingga mampu menjangkau seluruh masyarakat.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa sangat diperlukan pola pendidikan yang dengan sengaja dirancang untuk membekali peserta didik dengan kecakapan hidup, yang secara integratif memadukan kecakapan generik dan spesifik guna memecahkan dan mengatasi problema kehidupan.  Pendidikan haruslah fungsional dan jelas manfaatnya bagi peserta didik, sehingga tidak sekedar merupakan penumpukan pengetahuan yang tidak bermakna. Pendidikan harus diarahkan untuk kehidupan anak didik dan tidak berhenti pada penguasaan materi pelajaran.
Tantangan Masa Depan
Secara internasional, sejak 1 Januari 2003 AFTA (Asean Free Trade Area) dan AFLA (Asean Free Labour Area) telah dimulai, yang berarti sejak saat itu persaingan tenaga kerja akan menjadi terbuka.  Konsekuensinya tenaga kerja kita harus mampu bersaing secara terbuka dengan tenaga kerja asing dari berbagai negara.  Jika tidak, maka tenaga kerja Indonesia akan tersisih oleh tenaga kerja asing dari negeri jiran Malaysia, Philipina, Bangladesh, India, dan sebagainya, sehingga menjadi “penonton” di negeri sendiri.  Pada hal selama ini tenaga kerja Indonesia belum mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Sekali lagi bidang pendidikan perlu secara aktif berperan mempersiapkan calon tenaga kerja agar mampu bersaing dengan rekan mereka dari negara lain.
Selain itu banyak ahli menyebutkan bahwa era informasi kini telah menggantikan era industri.  Secara timbal balik dengan perkembangan ipteks, era informasi ternyata mampu mengubah pola kehidupan dan mempercepat pekerjaan.  Orang kini harus siap menghadapi kenyataan bahwa pekerjaan yang ditekuni mengalami perubahan dan memerlukan peningkatan kecakapan untuk menanganinya.  Bersamaan dengan itu, era kompetisi yang cenderung individualistik kini sudah bergeser ke era komunalitas, yang memerlukan kesadaran untuk saling mengerti dan saling membantu.  Oleh karena itu, pendidikan kini juga harus memperhatikan perkembangan tersebut.
Permasalahan dan Pemecahan
Pendidikan kita selama ini berjalan dengan verbalistik dan berorientasi semata-mata kepada penguasaan mata pelajaran.  Pengamatan terhadap praktek pendidikan sehari-hari menunjukkan bahwa pendidikan difokuskan agar siswa menguasai informasi yang terkandung dalam materi pelajaran dan kemudian dievaluasi dari seberapa jauh penguasaan itu dicapai oleh siswa.  Seakan-akan pendidikan bertujuan untuk menguasai matapelajaran. Bagaimana keterkaitan materi ajar dengan kehidupan sehari-hari dan bagaimana materi tersebut dapat digunakan untuk memecahkan problema kehidupan, kurang mendapat perhatian.  Pendidikan seakan terlepas dari kehidupan keseharian, seakan-akan pendidikan untuk pendidikan atau pendidikan tidak terkait dengan kehidupan sehari-hari.   Oleh karena itu siswa tidak mengetahui manfaat apa yang dipelajari dan sampai lulus seringkali tidak tahu bagaimana menggunakan apa yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari yang dihadapi.
Bertolak dari masalah tersebut, kiranya perlu dilakukan langkah-langkah agar pendidikan dapat membekali peserta didik dengan kecakapan hidup, yaitu kemampuan dan keberanian menghadapi problema kehidupan, kemudian secara kreatif menemukan solusi serta mampu mengatasinya. Pendidikan yang dapat mensinergikan berbagai mata pelajaran/mata diklat/mata-kuliah menjadi kecakapan hidup yang diperlukan seseorang, di manapun ia berada, bekerja atau tidak bekerja, apapun profesinya.  Dengan bekal kecakapan hidup yang baik, diharapkan para lulusan akan mampu memecahkan problema kehidupan yang dihadapi, termasuk mencari atau menciptakan pekerjaan bagi mereka yang tidak melanjutkan pendidikannya.
Untuk mewujudkan hal ini, perlu diterapkan prinsip pendidikan berbasis luas yang tidak hanya berorientasi pada bidang akademik atau vokasional semata, tetapi juga memberikan bekal learning how to learn sekaligus learning how to unlearn, tidak hanya belajar teori, tetapi juga mempraktekkannya untuk memecahkan problema kehidupan sehari-hari (Bently, 2000).  Pendidikan yang mengitegrasikan empat pilar pendidikan yang diajukan oleh UNESCO, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, and learing to live together.
Tujuan
Secara umum pendidikan kecakapan hidup bertujuan memfungsikan pendidikan sesuai dengan fitrahnya, yaitu mengembangkan potensi manusiawi peserta didik untuk menghadapi perannya di masa datang.  Secara khusus pendidikan yang berorientasi pada kecakapan hidup bertujuan untuk:
mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk memecahkan problema yang dihadapi;
merancang pendidikan agar fungsional bagi kehidupan peserta didik dalam menghadapi kehidupannya di masa datang;
memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis luas, dan;
mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya di lingkungan sekolah, dengan memberi peluang pemanfaatan sumberdaya yang ada di masyarakat, sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.
Manfaat
Secara umum manfaat pendidikan berorientasi pada kecakapan hidup bagi peserta didik adalah sebagai bekal dalam menghadapi dan memecahkan problema hidup dan kehidupan, baik sebagai pribadi yang mandiri, warga masyarakat, maupun sebagai warga negara.  Jika hal itu dapat dicapai, maka faktor ketergantungan terhadap lapangan pekerjaan yang sudah ada dapat diturunkan, yang berarti produktivitas nasional akan meningkat secara bertahap.
II.   PENDIDIKAN BERORIENTASI KECAKAPAN HIDUP DAN PENDIDIKAN
BERBASIS LUAS
Konsep Das  ar Kecakapan Hidup
Kecakapan hidup (life skill) adalah kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif, mencari dan menemukan solusi untuk mengatasinya.
Pengertian kecakapan hidup lebih luas dari keterampilan vokasional atau keterampilan untuk bekerja.  Orang yang tidak bekerja, misalnya ibu rumah tangga atau orang yang sudah pensiun, tetap memerlukan kecakapan hidup. Seperti halnya orang yang bekerja, mereka juga menghadapi berbagai masalah yang harus dipecahkan.  Orang yang sedang menempuh pendidikan pun memerlukan kecakapan hidup, karena mereka tentu juga memiliki permasalahannya sendiri.
Bukankah dalam hidup ini, di manapun dan kapanpun, orang selalu menemui masalah yang memerlukan pemecahan?
Kecakapan hidup dapat dipilah menjadi dua jenis utama, yaitu:
  1. Kecakapan hidup yang bersifat generik (generic life skill/GLS), yang mencakup kecakapan personal (personal skill/PS) dan kecakapan sosial (social skill/SS). Kecakapan personal mencakup kecakapan akan kesadaran diri atau memahami diri (self awareness) dan kecakapan berpikir (thinking skill), sedangkan kecakapan sosial mencakup kecakapan berkomunikasi (communication skill) dan kecakapan bekerjasama (collaboration skill).
  1. Kecakapan hidup spesifik (specific life skill/SLS), yaitu kecakapan untuk menghadapi pekerjaan atau keadaan tertentu, yang mencakup kecakapan akademik (academic skill) atau kecakapan intelektual dan kecakapan vokasional (vocational skill). Kecakapan akademik terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih memerlukan pemikiran, sehingga mencakup kecakapan mengidentifikasi variabel dan hubungan antara satu dengan lainnya (identifying variables and describing relationship among them),  kecakapan merumuskan hipotesis (constructing hypotheses), dan kecakapan merancang dan melaksanakan penelitian (designing and implementing a research).  Kecakapan vokasional terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih memerlukan keterampilan motorik. Kecakapan vokasional mencakup kecakapan vokasional dasar (basic vocational skill) dan kecakapan vokasional khusus (occupational skill).
KECAKAPAN HIDUP GENERIK
Kesadaran Diri
Kecakapan kesadaran diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa, sebagai anggota masyarakat dan warga negara, sebagai bagian dari lingkungan, serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, sekaligus menjadikannya sebagai modal untuk meningkatkan diri sebagai individu yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun lingkungannya.
Dengan kesadaran diri sebagai hamba Tuhan, seseorang akan terdorong untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, serta mengamalkan ajaran agama yang diyakininya. Pendidikan agama bukan dimaknai sebagai pengetahuan semata, tetapi sebagai tuntunan bertindak dan berperilaku, baik dalam hubungan antara dirinya dengan Tuhan Yang Maha Esa, maupun hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya.  Dengan kesadaran diri seperti itu, nilai-nilai agama dijadikan sebagai “roh”  dari mata pelajaran lainnya.
Kesadaran diri merupakan proses internalisasi dari informasi yang diterima yang pada saatnya menjadi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan diwujudkan menjadi perilaku keseharian.  Oleh karena itu, walaupun kesadaran diri lebih merupakan sikap, namun diperlukan kecakapan untuk menginternalisasi informasi menjadi nilai-nilai dan kemudian mewujudkan menjadi perilaku keseharian.  Oleh karena itu dalam naskah ini, kesadaran diri dikategorikan sebagai suatu kecakapan hidup.
Kecakapan kesadaran diri tersebut dapat dijabarkan menjadi:
(1) kesadaran diri sebagai hamba Tuhan, makhluk sosial, serta makhluk lingkungan,
(2) kesadaran akan potensi yang dikaruniakan oleh Tuhan, baik fisik maupun
psikologik.
Kesadaran diri sebagai hamba Tuhan diharapkan mendorong yang bersangkutan untuk beribadah sesuai dengan tuntunan agama yang dianut, berlaku jujur, bekerja keras, disiplin dan amanah terhadap kepercayaan yang dipegangnya. Bukankah prinsip itu termasuk bagian dari akhlak yang diajarkan oleh semua agama?  Oleh karena itu, diharapkan agar mata pelajaran Agama dan Kewarganegaraan menanamkan prinsip-prinsip seperti itu, dan bersama guru mata pelajaran lain mengimplementasikan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dan kehidupan sehari-hari di sekolah.
Jujur, disiplin, amanah dan kerja keras tidak hanya dapat dikembangkan melalui mata pelajaran Agama dan Kewarganegaraan.  Melalui mata pelajaran Matematika atau Fisika, juga dapat dikembangkan sikap jujur, misalnya tidak boleh memalsu data praktikum atau hasil perhitungan tertentu.  Disiplin terhadap waktu maupun aturan yang telah disepakati dapat dikembangkan melalui setiap mata pelajaran, misalnya kapan dan bagaimana memulai kegiatan belajar, praktikum maupun kegiatan ekstra kurikuler.  Amanah dikembangkan ketika menggunakan peralatan praktikum maupun perlengkapan sekolah lainnya.  Kerja keras dapat dikembangkan dalam mengerjakan tugas-tugas, baik individual maupun kelompok.
Kesadaran diri bahwa manusia sebagai makhluk sosial akan mendorong yang bersangkutan untuk berlaku toleran kepada sesama, suka menolong dan menghindari tindakan yang menyakini orang lain.  Bukankah memang Tuhan YME menciptakan manusia bersuku-suku, berbangsa-bangsa untuk saling menghormati dan saling membantu?  Bukankah heterogenitas itu harmoni kehidupan yang seharusnya disinergikan?  Nah, jika sikap itu bersumber dari kesadaran diri, maka pengawasan dari pihak lain menjadi tidak lagi penting, karena setiap orang akan mengontrol dirinya sendiri.
Kesadaran diri sebagai makhluk lingkungan merupakan kesadaran bahwa manusia diciptakan Tuhan YME sebagai kholifah di muka bumi dengan amanah memerlihara lingkungan.  Dengan kesadaran itu, pemeliharaan lingkungan bukan sebagai beban, tetapi sebagai kewajiban ibadah kepada Tuhan YME, sehingga setiap orang akan terdorong untuk melaksanakan.
Kesadaran diri akan potensi yang dikaruniakan Tuhan kepada kita sebenarnya merupakan bentuk syukur kepada Tuhan.  Dengan kesadaran itu, siswa akan terdorong untuk menggali, memelihara, mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang dikaruniakan oleh Tuhan, baik berupa fisik maupun psikologik.  Oleh karena itu, sejak dini siswa perlu diajak mengenal apa kelebihan dan kekurangan yang dimiliki (sebagai karunia Tuhan) dan kemudian mengoptimalkan kelebihan yang dimiliki dan memperbaiki kekurangannya.  Jika siswa menyadari memiliki potensi olahraga, diharapkan akan terdorong untuk mengembangkan potensi tersebut menjadi olahragawan yang berprestasi.  Demikian pula untuk potensi jenis lainnya.  Wali kelas, guru Bimbingan Konseling, guru Bimbingan Karier, bahkan semua guru perlu dan dapat berperan dalam mendorong siswa mengenal potensi yang dimiliki dan mengoptimalkan menjadi prestasi belajar.
Kesadaran tentang pemeliharaan potensi diri (jasmani dan rokhani) diharapkan mendorong untuk memelihara jasmani dan rokhaninya, karena keduanya merupakan karunia Tuhan yang harus disyukuri.  Oleh karena itu, menjaga kebersihan, kesehatan, baik jasmani maupun rokhani, merupakan bentuk syukur kepada Tuhan, yang harus dilakukan.  Berbagai mata pelajaran dapat menjadi wahana pengembangan kesadaran diri seperti itu, misalnya Biologi dan Olahraga dapat menjadi wahana yang sangat bagus untuk kesadaran memelihara jasmani, sedangkan Agama, Kewarganegaraan, Sastra dapat menjadi wahana pemeliharaan rokhani.
Sebagai bentuk syukur kepada Tuhan, potensi yang dikaruniakan kepada kita harus dikembangkan, sehingga setiap orang harus mengembangkan potensi yang dikaruniakan-Nya.  Pengembangan potensi dilakukan dengan mengasah atau melatih potensi itu.  Dan itu berarti setiap orang harus terus menerus belajar. Dengan demikian prinsip life long education didorongkan kepada siswa, sebagai perwujudan syukur kepada Tuhan YME.  Jadi belajar terus menerus sepanjang hayat merupakan bentuk syukur kepada Tuhan yang harus dilakukan oleh setiap orang.
Jika kesadaran diri sebagai makhluk Tuhan, sebagai makhluk sosial dan makhluk lingkungan, serta kesadaran akan potensi diri dapat dikembangkan akan mampu menumbuhkan kepercayaan diri pada anak didik, karena mengetahui potensi yang dimiliki, sekaligus toleransi kepada sesama teman yang mungkin saja memiliki potensi yang berbeda.
Kecakapan kesadaran diri, sebagaimana dijelaskan di atas, kini semakin penting, karena salah satu problem bangsa ini adalah “rusaknya” moral. Para ahli menyebut, masyarakat kita sedang dijangkiti “penyakit me first”, yang selalu memikirkan keuntungan diri di urutan paling depan. Melalui penekanan kesadaran diri dalam pendidikan yang diaplikasikan melalui semua mata pelajaran, diharapkan secara bertahap moral bangsa dapat diperbaiki.
Pendidikan untuk mengembangkan kesadaran diri seringkali disebut sebagai pendidikan karakter, karena kesadaran diri akan membentuk karakter seseorang.  Karakter itulah yang pada saatnya terwujudkan menjadi perilaku yang bersangkutan.  Oleh karena itu banyak ahli yang menganjurkan penumbuhan kesadaran diri ini yang perlu dikembangkan sejak usia dini dan diupayakan menjadi kehidupan keseharian di rumah maupun di sekolah.
Kecakapan Berpikir
Kecakapan berpikir pada dasarnya merupakan kecakapan menggunakan pikiran/rasio kita secara optimal.  Kecakapan berpikir mencakup antara lain kecakapan menggali dan menemukan informasi (information searching), kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan secara cerdas (information processing and decision making skills), serta  kecakapan memecahkan masalah secara arif dan kreatif (creative problem solving skill).
Kecakapan menggali dan menemukan informasi memerlukan kecakapan dasar, yaitu membaca, menghitung dan melakukan observasi.  Oleh karena itu, anak belajar membaca bukan sekedar “membunyikan huruf dan kalimat”, tetapi mengerti maknanya, sehingga yang bersangkutan dapat mengerti informasi apa yang terkandung dalam bacaan tersebut.
Siswa yang berlajar berhitung, hendaknya bukan sekedar belajar secara mekanistik menerapkan kalkulasi angka dan bangun, tetapi mengartikan apa informasi yang diperoleh dari kalkulasi itu.  Oleh karena itu kontekstualisasi Matematika atau mata pelajaran lainnya menjadi sangat penting, agar siswa mengerti makna dari apa yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, sebagai suatu informasi.
Kecakapan melakukan observasi sangat penting dalam upaya menggali informasi.  Observasi dapat dilakukan melalui pengamatan fenomena alam lingkungan, melalui berbagai kejadian sehari-hari, peristiwa yang teramati langsung maupun dari berbagai media cetak dan elektronik, termasuk internet.  Seringkali kita melihat banyak hal, tetapi apa yang kita lihat tidak menjadi informasi yang bermakna, karena kita sekedar melihat dan tidak memaknai apa yang kita lihat.  Melihat dengan cermat dan memaknai apa yang dilihat itulah yang disebut observasi.   Kata-kata bijak: “siapa yang menguasai informasi akan memenangkan suatu kompetisi” perlu dikembangkan dalam pendidikan.
Agar informasi yang terkumpul lebih  bermakna harus diolah. Hasil olahan itulah yang sebenarnya dibutuhkan oleh manusia.  Oleh karena itu, kecakapan berpikir tahap berikutnya adalah kecakapan mengolah informasi.  Mengolah informasi artinya memproses informasi tersebut menjadi simpulan.  Sebagai contoh, jika kita memiliki banyak informasi tentang harga buku yang sedang kita cari, kita harus mengolahnya menjadi simpulan buku di toko mana yang paling murah, yang mutunya paling baik, yang mudah dicapai dari tempat tinggal, dan sebagainya.
Untuk dapat mengolah suatu informasi diperlukan kemampuan membandingkan, membuat perhitungan tertentu, membuat analogi, sampai membuat analisis sesuai dengan informasi yang diolah maupun tingkatan simpulan yang diharapkan.  Oleh karena itu kemampuan-kemampuan tersebut penting untuk dikembangkan melalui mata pelajaran yang sesuai.   Melalui mata pelajaran Biologi, siswa dapat mengolah informasi tentang buah-buahan, sehingga siswa dapat menyimpulkan buah apa yang kandungan vitaminnya banyak, harganya relatif murah dan mudah didapat.  Dengan prinsip serupa, mata pelajaran lainnya juga dapat mengembangkan kecakapan mengolah informasi.
Jika informasi telah diolah menjadi suatu simpulan, maka tahap berikutnya orang harus mengambil keputusan berdasarkan simpulan-simpulan tersebut.  Fakta menunjukkan seringkali orang takut mengambil keputusan karena takut menghadapi risiko yang muncul, pada hal informasi untuk dasar pengambilan keputusan telah tersedia.
Dalam kehidupan sehari-hari, betapapun kecilnya, kita selalu dituntut untuk mengambil keputusan.  Misalnya siswa harus mengambil keputusan untuk membeli buku atau memfotocopi buku teman.  Ibu rumah tangga harus mengambil keputusan memasak apa untuk hari minggu.  Ketika seseorang menjadi pimpinan, baik organisasi formal maupun tidak formal, maka salah satu tugas pokoknya adalah membuat keputusan.  Oleh karena itu, siswa perlu belajar mengambil keputusan dan belajar mengelola risiko, melalui simpulan-simpulan analisis informasi.
Sebagaimana disebutkan di bagian pendahuluan, setiap saat orang menghadapi masalah yang harus dipecahkan.  Pemecahan masalah yang baik tentu berdasarkan informasi yang cukup dan telah diolah dan dipadukan dengan hal-hal lain yang terkait.  Pemecahan masalah memerlukan kreativitas dan kearifan.  Kreativitas untuk menemukan pemecahkan yang efektif dan efisien, sedangkan kearifan diperlukan karena pemecahkan harus selalu memperhatikan kepentingan berbagai pihak dan lingkungan sekitarnya.  Oleh karena itu sejak dini, siswa perlu belajar memecahkan masalah, sesuai dengan tingkat berpikirnya.
Untuk memecahkan masalah memang dituntut kemampuan berpikir rasional, berpikir kreatif, berpikir alternatif, berpikir sistem, berpikir lateral dan sebagainya.  Oleh karena itu, pola berpikir tersebut perlu dikembangkan di sekolah dan kemudian diaplikasikan dalam bentuk pemecahan masalah.  Model pembelajaran pemecahan masalah (problem based instruction) dapat diterapkan untuk maksud tersebut.
Kecakapan sosial atau kecakapan antar-personal (inter-personal skill) mencakup antara lain kecakapan komunikasi dengan empati (communication skill) dan  kecakapan bekerjasama (collaboration skill).
Empati, sikap penuh pengertian dan seni komunikasi dua arah perlu ditekankan karena yang dimaksud berkomunikasi di sini bukan sekedar menyampaikan pesan, tetapi isi pesannya sampai dan disertai dengan kesan baik yang dapat menumbuhkan hubungan harmonis.
Kecakapan Komunikasi
Komunikasi dapat melalui lisan atau tulisan.  Untuk komunikasi lisan,  kemampuan mendengarkan dan menyampaikan gagasan secara lisan perlu dikembangkan.  Kecakapan mendengarkan dengan empati akan membuat orang mampu memahami isi pembicaraan orang lain, sementara lawan bicara merasa diperhatikan dan dihargai.  Kecakapan menyampaikan gagasan dengan empati, akan membuat orang dapat menyampaikan gagasan dengan jelas dan dengan kata-kata santun, sehingga pesannya sampai dan lawan bicara merasa dihargai. Dalam tahapan lebih tinggi, kecakapan menyampaikan gagasan juga mencakup kemampuan meyakinkan orang lain.
Fakta menunjukkan melakukan komunikasi lisan dengan empati ternyata tidak mudah.  Seringkali orang tidak dapat menerima pendapat lawan bicaranya, bukan karena isi atau gagasannya tetapi karena penyampaiannya tidak jelas atau karena cara menyampaikannya tidak berkenan.  Orang tidak senang berkomunikasi dengan kita, karena kita tidak menunjukkan sebagai pendengar yang berempati.  Oleh karena itu, berkomunikasi lisan perlu dikembangkan sejak dini.  Kecakapan memilih kata dan kalimat yang mudah dimengerti oleh  lawan bicara dan bersikap sopan serta menunjukkan perhatian kepada lawan bicara sangat penting dan oleh karena itu perlu ditumbuhkan dalam pendidikan.
Komunikasi secara tertulis kini sudah menjadi kebutuhan hidup.  Oleh karena itu, setiap orang perlu memiliki kecakapan membaca dan menuliskan gagasannya secara baik.  Kecakapan menuangkan gagasan melalui tulisan yang mudah difahami orang lain dan membuat pembaca merasa dihargai, perlu dikembangkan pada siswa.
Menyampaikan gagasan, baik secara lisan maupun tertulis, juga memerlukan keberanian.  Keberanian seperti itu banyak dipengaruhi oleh keyakinan diri dalam aspek kesadaran diri.  Oleh karena itu, perpaduan antara keyakinan diri dan kemampuan berkomunikasi akan menjadi modal berharga bagi seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Menuliskan gagasan dan menyampaikan gagasan secara lisan, tidak semata-mata tugas mata pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, tetapi juga mata pelajaran lain, misalnya melalui tulisan atau presentasi hasil observasi, hasil praktikum, dan sebagainya.   Mata pelajaran Fisika, Matematika, Geografi dan lainnya juga dapat menjadi sarana pengembangan kecakapan komunikasi, misalnya melalui diskusi, presentasi hasil praktikum, dan menuliskan laporan hasil praktikum atau kerja lapangan.  Melalui kegiatan seperti itu, kecakapan menjadi pendengar yang berempati, menjadi pembicara yang santun, dan menjadi penulis yang baik dapat dipupuk.
Pada era iptek ini, komunikasi sudah banyak menggunakan teknologi, misalnya telepon, internet, tele-conference dan sebagainya.  Oleh karena itu dalam kecakapan komunikasi juga tercakup kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan teknologi .
Kecakapan Berkerjasama
Kecakapan bekerjasama sangat diperlukan karena sebagai makhluk sosial, dalam kehidupan sehari-hari manusia akan selalu bekerjasama dengan manusia lain.  Kerjasama bukan sekedar “kerja bersama” tetapi kerjasama yang disertai dengan saling pengertian, saling menghargai dan saling membantu.  Studi mutakhir menunjukkan kemampuan kerjasama seperti itu sangat diperlukan untuk membangun semangat komunalitas yang harmonis.
Kecakapan kerjasama tidak hanya antar teman kerja yang “setingkat” tetapi juga dengan atasan dan bawahan.  Dengan rekan kerja yang setingkat, kecakapan kerjasama akan menjadikan seseorang sebagai teman kerja yang terpercaya dan menyenangkan. Dengan atasan, kecakapan kerjasama akan menjadikan seseorang sebagai staf yang terpercaya, sedangkan dengan bawahan akan menjadikan seseorang sebagai pimpinan tim kerja yang berempati kepada bawahan.
Seorang akan menjadi rekan kerja yang menyenangkan, jika mau “mengambil tanggung jawab” (take responsibility) dari tugasnya, menghargai pekerjaan orang lain dan ringan tangan membantu teman yang memerlukan.  Seseorang akan menjadi staf yang terpercaya, jika mampu menunjukkan tanggung jawab, dedikasi,  kemampuan, inisiatif dan kreativitas kerja sesuai dengan tugas yang diberikan. Seseorang akan menjadi pimpinan tim kerja yang menyenangkan jika memiliki kecakapan membimbing bawahan dan memperhatikan kesulitan yang dialami dengan penuh empati, serta dapat menyelesaikan konflik secara bijak.
Kecakapan kerjasama tidak hanya dapat dikembangkan lewat mata pelajaran Kewarganegaraan atau Agama, tetapi dapat melalui semua mata pelajaran.  Melalui mata pelajaran Ekonomi, kerjasama dapat dikembangkan dalam mengerjakan tugas kelompok, karyawisata, maupun bentuk kegiatan lainnya.
Dua kecakapan hidup generik yang diuraikan di atas (kecakapan personal dan kecakapan sosial) diperlukan oleh siapapun, baik mereka yang bekerja, mereka yang tidak bekerja dan mereka yang sedang menempuh pendidikan.  Kecakapan hidup generik berfungsi sebagai landasan untuk belajar lebih lanjut (learning how to learn) dan bersifat transferable, sehingga memungkinkan digunakan untuk mempelajari kecakapan-kecakapan lainnya.  Oleh karena itu beberapa ahli menyebutnya sebagai kecakapan dasar dalam belajar (basic learning skill).
KECAKAPAN HIDUP SPESIFIK
Kecakapan hidup yang bersifat spesifik (specific life skill/SLS) diperlukan seseorang untuk menghadapi problema bidang khusus tertentu.  Untuk mengatasi problema “mobil yang mogok” tentu diperlukan kecakapan khusus tentang mesin mobil.  Untuk memecahkan masalah dagangan yang tidak laku, tentu diperlukan kecakapan pemasaran.  Untuk mampu melakukan pengembangan biologi molekuler tentunya diperlukan keahlian di bidang bio-teknologi.
Kecakapan hidup spesifik biasanya terkait dengan bidang pekerjaan (occupational), atau bidang kejuruan (vocational) yang ditekuni atau akan dimasuki. Kecakapan hidup seperti itu kadang-kadang juga disebut dengan kompetensi teknis (technical competencies) dan itu sangat bervariasi, tergantung kepada bidang kejuruan dan pekerjaan yang akan ditekuni.  Namun demikian masih ada, kecakapan yang bersifat umum, yaitu bersikap dan berlaku produktif (to be a productive people). Artinya, apapun bidang kejuruan atau pekerjaan yang dipelajari, bersikap dan berperilaku produktif harus dikembangkan.
Bidang pekerjaan biasanya dibedakan menjadi pekerjaan yang lebih menekankan pada keterampilan manual dan bidang pekerjaan yang menekankan pada kecakapan berpikir.  Terkait dengan itu, pendidikan kecakapan hidup yang bersifat spesifik juga dapat dipilah menjadi kecakapan akademik (academic skill) dan kecakapan vokasional (vocational skill).
Kecakapan akademik
Kecakapan akademik (academic skill/AS) yang seringkali juga disebut kecakapan intelektual atau kemampuan berpikir ilmiah pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecakapan berpikir pada GLS.  Jika kecakapan berpikir pada GLS masih bersifat umum, kecakapan akademik sudah lebih mengarah kepada kegiatan yang bersifat akademik/keilmuan.  Hal itu didasarnya pada pemikiran bahwa bidang pekerjaan yang ditangani memang lebih memerlukan kecakapan berpikir ilmiah.
Kecakapan akademik mencakup antara lain kecakapan melakukan identifikasi variabel dan menjelaskan hubungannya pada suatu fenomena tertentu (identifying variables and describing relationship among them),  merumuskan hipotesis terhadap suatu rangkaian kejadian (constructing hypotheses), serta merancang dan melaksanakan penelitian untuk membuktikan suatu gagasan atau keingintahuan (designing and implementing a research).
Kata penelitian dan aspek-aspek kecakapan akademik di atas, tidak hanya mencakup penelitian eksperimental atau penelitian untuk membuktikan suatu hipotesis, tetapi juga penelitian bentuk lainnya, misalnya rancang bangun.  Bukankah dalam rancang bangun, seseorang sebenarnya juga melakukan hipotetik-hipotetik atau bahkan kreasi tertentu yang kemudian dituangkan dalam bentuk rancangan, yang diyakini paling sesuai dengan tujuan yang diharapkan.  Dan tentu saja, kreasi ataupun rancangan tersebut, telah mempertimbangkan berbagai faktor/variabel yang terkait.  Jadi secara esensi, proses rancang bangun juga melalui tahapan-tahapann yang mirip dengan penelitian.
Sebagai kecakapan hidup yang spesifik, kecakapan akademik penting bagi orang-orang yang akan menekuni pekerjaan yang menekankan pada kecakapan berpikir.  Oleh karena itu kecakapan akademik lebih cocok untuk jenjang SMA dan program akademik di universitas.
Namun perlu diingat, para ahli meramalkan di masa depan akan semakin banyak orang yang bekerja dengan profesi yang terkait dengan mind worker dan bagi mereka itu belajar melalui penelitian (learning through research) menjadi kebutuhan sehari-hari.  Tentu riset dalam arti luas, sesuai dengan bidangnya.
Pengembangan kecakapan akademik yang disebutkan di atas, tentu disesuaikan dengan tingkat berpikir siswa dan jenjang pendidikan.  Namun perlu disadari bahwa kecakapan itu dapat dikembangkan melalui berbagai mata pelajaran/mata kuliah di berbagai jenjang pendidikan.  Melalui mata pelajaran Ekonomi, siswa dapat belajar mengidentifikasi variabel apa saja yang mempengaruhi harga gabah, kemudian mempelajari hubungan antar variabel tersebut, merumuskan hipotesis, merancang penelitian untuk membuktikan, bahkan sampai melaksanakannya, sesuai dengan tingkatan berpikirnya.  Melalui pelajaran Kewarganegaraan, siswa dapat belajar mengidentifikasi variabel yang menyebabkan terjadinya tawuran antar siswa, mempelajari hubungan antara variabel-variabel tersebut dan mencari solusi mengatasinya dengan merumuskan hipotesis-hipotesis, jika salah satu atau beberapa variabel diberi perlakuan.
Tentu saja harus disadari bahwa tidak semua aspek dalam kecakapan akademik dapat dan perlu dilaksanakan dalam suatu pembelajaran.  Mungkin saja hanya sampai identifikasi variabel dan mempelajari hubungan antar variabel tersebut.  Mungkin juga sampai merumuskan hipotesis dan bahkan ada yang dapat sampai mencoba melakukan penelitian, sesuai dengan tingkat pendidikannya.
Pola seperti itu oleh para ahli disebut pola belajar dengan cara meniru bagaimana ahli (ilmuwan) bekerja.  Pola ini sangat penting bagi siswa atau mahasiswa yang akan menekuni pekerjaan yang mengandalkan kecakapan berpikir, karena pola pikir seperti itulah yang nantinya digunakan dalam bekerja.
Kecakapan vokasional
Kecakapan vokasional (vocational skill/VS) seringkali disebut pula dengan “kecakapan kejuruan”, artinya kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di masyarakat. Kecakapan vokasional lebih cocok bagi siswa yang akan menekuni pekerjaan yang lebih mengandalkan keterampilan psikomotor dari pada kecakapan berpikir ilmiah.  Oleh karena itu, kecakapan vokasional lebih cocok bagi siswa SMK, kursus keterampilan atau program diploma.
Kecakapan vokasional mempunyai dua bagian, yaitu: kecakapan vokasional dasar (basic vocational skill) dan kecakapan vokasional khusus (occupational skill) yang sudah terkait dengan bidang pekerjaan tertentu.  Kecakapan dasar vokasional mencakup antara melakukan gerak dasar, menggunakan alat sederhana diperlukan bagi semua orang yang menekuni pekerjaan manual (misalnya palu, obeng dan tang), dan kecakapan membaca gambar sederhana.   Di samping itu, kecakapan vokasional dasar mencakup aspek sikap taat asas, presisi, akurasi dan tepat waktu yang mengarah pada perilaku produktif.
Kecakapan vokasional khusus, hanya diperlukan bagi mereka yang akan menekuni pekerjaan yang sesuai.  Misalnya menservis mobil bagi yang menekuni pekerjaan di bidang otomotif, meracik bumbu bagi yang menekuni pekerjaan di bidang tata boga, dan sebagainya.  Namun demikian, sebenarnya terdapat satu prinsip dasar dalam kecakapan vokasional, yaitu menghasilkan barang atau menghasilkan jasa.
Kecakapan akademik dan kecakapan vokasional sebenarnya hanyalah penekanan.  Bidang pekerjaan yang menekankan keterampilan manual, dalam batas tertentu juga memerlukan kecakapan akademik.  Demikian sebaliknya, bidang pekerjaan yang menekankan kecakapan akademik, dalam batas tertentu juga memerlukan kecakapan vokasional.   Bahkan antara GLS, AS dan VS terjadi saling terkait dan tumpang tindih.  Pada Gambar 3 terlihat tumpang tindih itu.  Bagian tumpang tindih antara GLS dengan AS, seringkali disebut kecakapan akademik dasar (basic academic skill), bagian tumpang tindih antara GLS dan VS sering disebut dengan kecakapan vokasional dasar (basic vocational skill), dan tumpang tindih antara AS dan VS sering disebut dengan kecakapan vokasional berbasis akademik (science based vocational skill).

Like this:

Be the first to like this post.


0 komentar:

Posting Komentar